Tuesday 4 November 2014

Gays, Hati-Hatilah JIka Mengatakan "Seandainya"

Google
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam bersabda, “Mukmin yang kuat lebi dicintai dari mukmin yang lemah dan pada keduanya ada kebaikan, bersemangatlah untuk meraih segala hal yang bermanfaat bagimu. Mintalah pertolongan Allah Aza wajallah dan jangan lemah. Apabila engakau tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku dulu berbuat begini niscaya akan menjadi begini dan begitu’ Akan tetapi katakanlah, ‘Qaddar Allahu wa maa syaa’a fa’ala, Allah telah mentakdirkanl, terserah apa yang diputuskan-Nya’. karena perkataan seandainya dapat membuka celah perbuatan setan.” (Riwayat Muslim)

Ketika kata seandainya diucapkan untuk menentang syari’at (Seandainya mereka (para sahabat) menaati kami (membelot dan tidak taat kepada Nabi SAW) niscaya mereka tidak akan terbunuh (dalam perang Uhud)”), atau diucapkan untuk menentang takdir, seperti, “Seandainya aku tidak dilahirkan oleh ibuku.” Atau diucapkan untuk beralasan dengan takdir dalam melegalkan kemaksiatan. Seperti perkataan orang kafir, “Seaindainya Allah ingin niscaya kami tidak akan berbuat syirik”. Semua ini jelas batil dan haram hukumnya.
Namun perlu diketahui juga bahwa tidak semua perkataan “Seandainya” itu dilarang. Imam Bukhari bahkan membuat satu bab khusus tentang penggunaan “Seandainya” yang boleh. Misalnya , mengatakan “Seandainya” dalam mengungkapkan harapan. Jika harapannya baik, maka boleh menggunakan seandainya. Sebaliknya, apabila harapannya jelek, maka hal itu terlarang.
Dalam hadits shahih, Nabi pernah mengisahkan tentang empat orang, yang salah satu di antara mereka mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta, pasti akun akan beramal sebagaimana amalan si Fulan (yang beramal shalih dengan hartanya)”. Ini adalah harapan kebaikan.
Orang kedua mengatakan, “Seandainya aku memiliki harta, pasti aku akan beramal sebagaimana amalan si Fulan (yang beramal jelek dengan hartanya)”. Ini adalah harapan kejelekan.
Maka Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam berkata tentang orang yang pertama: “Dia memperoleh pahala berdasarkan niatnya dan pahala keduanya sama”. Adapun tentang yang kedua. Nabi berkata, “Dia mendapat dosa berdasarkan niatnya, dan dosa keduanya sama.” (Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Abu Daud).
Boleh juga menggunakan kata “Seandainya” untuk mengabarkan sesuatu. Contohnya, seseorang mengatakan “Seandainya saya menghadiri pelajaran, maka pasti saya akan mengambil faidah dari pelajaran itu”. Di antara dalilnya adalah, sabda Nabi yang artinya, “Seandainya aku tahu sebelum ihramku apa yang aku tahu sesudahnya, maka aku tidak akan membaw binatang kurban dan aku akan bertahallul bersama kalian.” (Riwayat Bukhari).
Sedangkan yang dimaksud dengan “amalan setan” dalam sabda Nabi di atas  adalah, apa yang dia bisikan ke dalam hati manusia berupa penyesalan dan kesedihan, karena setan amat menyukai hal itu. Allah Aza wajalla berfirman yang artinya, “Sesusungguhnya bisik-bisik itu hanyalah dari setan untuk membuat sedih orang-orang yang beriman, dan dia tidak akan membahayakan sedikitpun kecuali dengan izin Allah…” IAl-Mujadilah (58): 10). (LIhat al-Qaulul Mufid Syarah Kitab at-Tauhid, Syaikh al-Utsaimin, Bab Ma Ja’a Fi Law)

Jadi, setiap kali ditimpa dengan sesuatu yang tidak menyenangkan maka ucapkan “Qaddar Allahu wa maa syaa’a fa’ala, Allah telah mentakdirkan, terserah apa yang diputuskan-Nya’. Dengan cara seperti ini kita akan menjadi mukmin yang kuat dan selalu optimis. (hdt/dstis/tunascendikia)
Location: Indonesia

0 comments:

Post a Comment