Google
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam bersabda,
“Mukmin yang kuat lebi dicintai dari mukmin yang lemah dan pada keduanya ada
kebaikan, bersemangatlah untuk meraih segala hal yang bermanfaat bagimu.
Mintalah pertolongan Allah Aza wajallah dan jangan lemah. Apabila engakau
tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku
dulu berbuat begini niscaya akan menjadi begini dan begitu’ Akan tetapi
katakanlah, ‘Qaddar Allahu wa maa syaa’a fa’ala, Allah telah mentakdirkanl,
terserah apa yang diputuskan-Nya’. karena perkataan seandainya dapat membuka
celah perbuatan setan.” (Riwayat Muslim)
Ketika kata seandainya diucapkan untuk menentang syari’at (Seandainya mereka (para sahabat) menaati
kami (membelot dan tidak taat kepada Nabi SAW) niscaya mereka tidak akan
terbunuh (dalam perang Uhud)”), atau diucapkan untuk menentang takdir,
seperti, “Seandainya aku tidak dilahirkan
oleh ibuku.” Atau diucapkan untuk beralasan dengan takdir dalam melegalkan
kemaksiatan. Seperti perkataan orang kafir, “Seaindainya Allah ingin niscaya kami tidak akan berbuat syirik”. Semua
ini jelas batil dan haram hukumnya.
Namun perlu diketahui juga bahwa tidak semua perkataan “Seandainya” itu dilarang. Imam Bukhari
bahkan membuat satu bab khusus tentang penggunaan “Seandainya” yang boleh.
Misalnya , mengatakan “Seandainya” dalam mengungkapkan harapan. Jika harapannya
baik, maka boleh menggunakan seandainya. Sebaliknya, apabila harapannya jelek,
maka hal itu terlarang.
Dalam hadits shahih, Nabi pernah mengisahkan tentang empat
orang, yang salah satu di antara mereka mengatakan: “Seandainya aku memiliki
harta, pasti akun akan beramal sebagaimana amalan si Fulan (yang beramal shalih
dengan hartanya)”. Ini adalah harapan kebaikan.
Orang kedua mengatakan, “Seandainya aku memiliki harta,
pasti aku akan beramal sebagaimana amalan si Fulan (yang beramal jelek dengan
hartanya)”. Ini adalah harapan kejelekan.
Maka Rasulullah
Shallallahu’alahi wa sallam berkata tentang orang yang pertama: “Dia memperoleh pahala berdasarkan niatnya
dan pahala keduanya sama”. Adapun tentang yang kedua. Nabi berkata, “Dia
mendapat dosa berdasarkan niatnya, dan dosa keduanya sama.” (Riwayat Ahmad,
Tirmidzi dan Abu Daud).
Boleh juga menggunakan kata “Seandainya” untuk mengabarkan
sesuatu. Contohnya, seseorang mengatakan “Seandainya saya menghadiri pelajaran,
maka pasti saya akan mengambil faidah dari pelajaran itu”. Di antara dalilnya
adalah, sabda Nabi yang artinya, “Seandainya
aku tahu sebelum ihramku apa yang aku tahu sesudahnya, maka aku tidak akan
membaw binatang kurban dan aku akan bertahallul bersama kalian.” (Riwayat
Bukhari).
Sedangkan yang dimaksud dengan “amalan setan” dalam sabda
Nabi di atas adalah, apa yang dia
bisikan ke dalam hati manusia berupa penyesalan dan kesedihan, karena setan
amat menyukai hal itu. Allah Aza wajalla berfirman yang artinya, “Sesusungguhnya bisik-bisik itu hanyalah dari
setan untuk membuat sedih orang-orang yang beriman, dan dia tidak akan
membahayakan sedikitpun kecuali dengan izin Allah…” IAl-Mujadilah (58):
10). (LIhat al-Qaulul Mufid Syarah Kitab
at-Tauhid, Syaikh al-Utsaimin, Bab Ma Ja’a Fi Law)
Jadi, setiap kali ditimpa dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan maka ucapkan “Qaddar Allahu
wa maa syaa’a fa’ala, Allah telah mentakdirkan, terserah apa yang
diputuskan-Nya’. Dengan cara seperti ini kita akan menjadi mukmin yang kuat dan
selalu optimis. (hdt/dstis/tunascendikia)
0 comments:
Post a Comment